Minggu, 30 Juni 2013

“Aku Bersyukur Maka Aku Bisa Tersenyum”

Ketika mimpi itu mulai terangan-angan, mimpi untuk bisa meringankan beban mereka. Mereka yang perlu uluran bantuan dan juga semangat di tengah kerasnya kehidupan. Hati ini mulai tergerak ingin melakukan sesuatu, sesuatu yang bisa meringankan beban mereka. Maka saat itulah perlahan kaki ini kulangkahkan. Langkah demi langkah kusatukan demi tujuan mulia, dan ketika langkah itu sampai pada tempat persinggahan awal, maka kusampaikan mimpiku itu kepada teman-teman, impian itu sepertinya akan terwujud menjadi kenyataan ketika mendapat uluran tangan terbuka dari mereka yang mulai tersentuh hatinya. Subhanallah langit seperti mendengar doaku, perlahan langkah menuju mimpi itu semakin dekat, impian ingin tertawa bersama mereka yang kurang beruntung, impian ingin berbagi bersama mereka yang butuh canda dan tawa, impian ingin memeluk mereka yang kadang kita dapati tidur beralaskan koran di tepi jalan, impian untuk mengatakan kepada mereka bahwa Allah sayang kalian.

            Komunitas Sahabat Peduli, terbentuk pada tanggal 1 februari 2013. Akhirnya orang-orang berhati mulia berkumpul dalam sebuah komunitas. Waktu demi waktu kami mengumpulkan uang dalam celangan kardus, kami mengumpulkan baju dan barang yang layak pakai. Teman-teman sangat antusias, sambil berfikir akhirnya aku sadar ternyata ada banyak orang yang senang berbagi dan memiliki hati lembut serta berjiwa inter personal. Karena uluran tangan mereka hingga keinginan ini dan impian ini terselamatkan, karena teman-teman yang berhati malaikat itu hingga tawa dan senyuman anak jalanan akan terselamatkan.

Kami hanya ingin berbagi, kami hanya ingin belajar memberi, kami hanya ingin merasakan fitrah dari kebahagiaan yang sebenarnya. Kami hanya ingin berbagi ilmu meskipun ilmu kami sangat nihil. Wajah anak kecil yang polos dan tak berdosa itu bagaikan cahaya yang dapat menerangi lelahnya menjalani aktivitas di kota metropolitan, melihat mereka tersenyum lepas tanpa beban adalah kebahagiaan yang tak terbayarkan. Beralaskan koran beratapkan langit dan tanpa selimut namun, mereka masih saja bisa tersenyum. Mereka mengajarkan kekuatan dan keceriaan, meskipun hidup tak seindah yang mereka kira. Mereka bersahabat dengan sampah yang bagi konglomerat justru sangat menjijikkan, mereka berteman dengan kerasnya hidup di kota besar, berteman dengan dunia malam ketika orang lain justru tidur nyenyak beralaskan kasur. Sungguh miris ketika sepasang mata kita melihat itu semua.


Berbagi akan mengajarkan kita bersyukur, memberi akan mengajarkan kita arti keikhlasan, Giving is a way to give thanks. Hidup bukan hanya untuk menerima, namun harus bisa memberi dan berbagi, berbagi senyum, ilmu, rezeki dan apapun yang akan dapat membuat saudara kita bahagia. Kebahagiaan yang hakiki adalah ketika kita dapat membahagiakan orang lain, ketika senyum ikhlas orang lain menyapa kita.
            Garis tangan yang berbeda akhirnya membawa jalan yang berbeda pada proses kehidupan manusia, ada yang harus merintih dan melewati kerasnya perjuangan menemukan nikmatnya hidup dan ada pula yang tak menapaki jalan berliku untuk menuju tujuan dan impiannya. Wajah riang nan ceria itu hanya butuh kehidupan yang layak, anak kecil yang berwajah polos itu hanya butuh uluran tangan ikhlas. Mereka punya mimpi dan mereka berhak memiliki cita-cita, bukan hinaan dan cemohan yang ingin mereka dengarkan tapi sepasang telinga mungil itu butuh semangat dalam menapaki kerasnya hidup di tengah cemohan orang-orang yang hatinya belum tersentuh, orang-orang yang matanya belum terbuka.

“Aku tak pernah meminta dilahirkan sebagai pemulung”, jeritan hati mereka. Di tengah gunungan sampah dan tak sedapnya bau di sekitar mereka hati itu menjerit namun mereka tetap tersenyum. Ketika lingkungan itu adalah hal yang sangat buruk bagi orang lain, justru itulah saksi perjalanan hidup yang mereka lewati dengan canda dan tawa. Komunitas sahabat peduli datang dan akan menjadi pelita bagi hati yang mulia nan suci itu, uluran tangan kami datang dan ingin berbagi. Senyum itu akhirnya terlihat lagi, kita akan bergandengan tangan menuju mimpi mu.
            Tepat hari sabtu, tanggal 21 juni 2013. Waktu yang kami nanti, waktu paling berharga, waktu yang kami rindukan. Hari itu kami berangkat ke lokasi Tempat Pembuangan Akhir, tempat segunung sampah berada. Di tempat itulah kami ingin tersenyum, berbagi tawa dan canda. Hari ini kami datang menghapus duka di wajah kalian, hari ini kami datang membawa sejuta senyum untuk kalian, hari ini tawa kalian akan bertambah. Berbekalkan beberapa kardus yang terkemas rapi, serta beberapa Iqra yang sudah kami siapkan, mobil berwarna merah melaju ke tempat tujuan. Masih teringat jelas wajah teman-temanku ketika mobil kami memasuki lokasi tersebut, serentak mereka menutup hidung dengan ekspresi aneh. “kalian lihat betapa mereka kuat dan bertahan hidup di tempat kumuh seperti ini”, kataku. Perjalanan kita belum sampai kawan, sebentar lagi kalian akan tertawa lepas.
            Setelah tiba di lokasi tujuann, anak-anak mungil nan manis itu serentak bersorak gembira atas kedatangan kami. Saat itulah kami merasa betapa berharganya hidup. Sepanjang acara perkenalan  mereka masih sangat senang dan menyambut kami dengan hangat. Setelah acara sambut menyambut berakhir, kami pun berbagi sedikit ilmu kepada mereka, ada juga yang bermain dengan kakak-kakak yang cantik dan baik hati. Ingin rasanya tertawa kalau mengingat mereka tarik menarik berebutan ingin bermain, tak kami lihat tawa selepas itu di tempat lain, tak kami temukan kebahagiaan seperti ini meskipun ini hanya beberapa menit. Akhirnya mereka bisa tersenyum, kami juga bisa tertawa. Jangan sedih sayang, kalian anak-anak beruntung karena Tuhan masih mengizinkan kalian tertawa meskipun tak seberuntung mereka.
“Jangan berhenti kawan, kalian sangat berhati mulia dan jangan berhenti disini karena masih banyak yang membutuhkan uluran tangan lembutmu (KOMUNITAS SAHABAT PEDULI).

Penulis: Hajrah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar